Kamis, 03 September 2015

ISLAM ADALAH AGAMA UNIVERSAL Berulangkali Al‐Quran menjelaskan bahwa Islam adalah suatu agama yang ajarannya terkait dengan fitrat manusia. Islam menekankan bahwa suatu agama yang berakar pada fitrat manusia akan dapat mengatasi waktu dan ruang. Fitrat manusia tidak akan berubah. Dengan demikian, agama yang benar‐benar berakar pada fitrat manusia juga tidak akan mengalami perubahan asal saja agama tersebut tidak terlalu mencampuri situasi‐situasi transien manusia dalam kurun waktu mana pun dalam sejarah kehidupannya. Bila agama tersebut tetap bersiteguh pada prinsip‐prinsip yang bersumber pada fitrat manusia maka agama itu memiliki potensi untuk menjadi agama universal. Islam malah selangkah lebih maju. Dengan kebesaran hati, Islam menyatakan bahwa semua agama di dunia sedikit banyak juga sama memiliki sifat universal tersebut. Dengan kata lain, dalam setiap agama samawi dapat ditemukan inti ajaran yang terkait dengan fitrat manusia dan kebenaran abadi. Inti ajaran agama itu akan tetap tidak berubah kecuali jika pengikutnya mencemari ajaran tersebut di kemudian hari. Ayat berikut ini akan memperjelas masalah di atas : Padahal mereka (Ahli Kitab) tidak diperintahkan melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan tulus ikhlas dalam ketaatan kepada‐Nya dan dengan lurus serta mendirikan salat dan membayar zakat. Dan itulah agama yang benar. (S.98 Al‐ Bayyinah : 6) Maka hadapkanlah wajahmu untuk berbakti kepada agama dengan kebaktian seluruslurusnya. Dan turutilah fitrat yang diciptakan Allah, yang sesuai dengan fitrat itu Dia telah membentuk umat manusia. Tiada perubahan dalam penciptaan Allah. Itulah agama yang benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (S.30 Ar‐Rum : 31) Berdasarkan pandangan di atas muncul pertanyaan lalu apa gunanya menurunkan agama demi agama dengan ajaran yang sama. Selanjutnya orang mungkin akan bertanya juga mengapa Islam mengaku bahwa secara relatif Islam bersifat lebih universal dan sempurna dibanding semua agama‐agama sebelumnya jika agama lain juga memiliki ajaran yang bersifat universal dan berlaku bagi manusia di segala zaman. 1) Untuk menjawab pertanyaan pertama, Al‐Quran menjelaskan bahwa berdasarkan fakta historis, semua Kitab dan Naskah suci yang turun sebelum Al‐Quran telah mengalami perubahanperubahan. Ajaran Kitab‐kitab tersebut secara berangsur telah mengalami penyesuaianpenyesuaian atau karena dimasukkannya unsur‐unsur baru secara interpolasi sehingga validitas dan autentisitasnya menjadi diragukan. Dengan demikian menjadi kewajiban para pengikut agama‐agama tersebut untuk membuktikan kesahihan Kitab‐kitab mereka. Al‐Quran sendiri menduduki posisi yang unik dan jelas di antara semua Kitab‐kitab dan Naskah suci. Bahkan musuh‐musuh Islam yang paling gigih yang tidak meyakini bahwa Al‐Quran adalah wahyu Tuhan, harus mengakui bahwa Al‐Quran tidak mengalami perubahan atau pun perombakan sejak diturunkan kepada Muhammad s.a.w. Sebagai contoh : 16 There is otherwise every security, internal and external, that we possess the text which Mohamet himself gave forth and used. (h.xxvii Life of Mohamet, Sir William Muir, London 1878) (Kami meyakini adanya pengamanan internal maupun eksternal sehingga dapat disimpulkan bahwa teks yang ada di tangan kita adalah sama dengan teks/ayat yang disampaikan oleh Muhammad) We may, upon the strongest assumption, affirm that every verse in the Quran is the genuine and unaltered composition of Mohamet himself. (h.xxviii Life of Mohamet, Sir William Muir, London 1878) (Kita dapat meyakini seyakin‐yakinnya bahwa setiap ayat Al Quran adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Muhammad tanpa ada perubahan) Slight clerical errors there may have been, but the Quran of Uthman contains none but genuine elements, though sometimes in very strange order. The efforts of European scholars to prove the existence of later interpolations in the Quran have failed. (Prof. Noldeke dalam Encyclopaedia Brittanica, ed.9 dalam judul Quran) (Mungkin ada kesalahan kecil yang lebih banyak bersifat klerikal namun Quran susunan Usman mengandung hanya unsur‐unsur yang asli saja meskipun urutannya terlihat aneh. Upaya para ilmiahwan Eropa untuk membuktikan adanya perubahan dalam Al Quran di masa berikutnya ternyata telah gagal) Lain lagi kalau kita bicara mengenai kontroversi tentang Kitab mana yang dikarang oleh siapa. Sebuah Kitab yang oleh Ahli Kitab lainnya diragukan kesahihannya berasal dari Tuhan nyatanya memang berasal dari wahyu Tuhan yang sama, hanya saja jika kemudian hari terdapat kontradiksi di dalamnya maka hal ini adalah akibat campur tangan atau buatan manusia. Jelas dalam hal ini bahwa sikap Al‐Quran adalah yang paling realistis dan kondusif bagi kedamaian antar agama. 2) Adapun mengenai pertanyaan kedua, Al‐Quran mengingatkan kita akan proses evolusi di semua sisi masyarakat manusia. Agama baru dibutuhkan tidak saja sebagai restorasi dari ajaran‐ajaran fundamental dari agama lama yang telah mengalami perubahan karena campur tangan manusia, tetapi juga sebagai tambahan pada agama lama guna mengadaptasi kemajuan sejalan dengan perkembangan evolusi masyarakat. 3) Tidak itu saja. Faktor lain yang ikut bekerja dalam proses perubahan adalah unsur ajaran turunan kedua yang terkait dengan kurun waktu dimana ajaran itu diturunkan guna memenuhi kebutuhan sekelompok orang atau periode tertentu. Dengan kata lain, agama tidak saja terdiri dari ajaran pokok prinsip‐prinsip yang baku tetapi juga diikuti dengan ajaran‐ajaran tambahan. 4) Yang terakhir patut dipahami adalah manusia tidak memperoleh pelatihan dan pendidikan dalam ajaran‐ajaran samawi dalam satu hentakan. Manusia dibawa secara bertahap sampai ke tingkatan kedewasaan mental dimana ia dianggap telah cukup matang dan siap untuk menerima keseluruhan prinsip‐prinsip dasar yang diperlukan sebagai bimbingan baginya. Menurut pandangan Al‐Quran, ajaran turunan kedua yang terkait erat berdasarkan pada prinsip‐prinsip fundamental yang baku adalah juga merupakan bagian dari Islam sebagai agama yang sempurna, terakhir dan menyeluruh (lihat Al‐Quran S.4 ayat 14‐16). Ini pada dasarnya adalah konsep universalitas keagamaan yang dimiliki Islam. Tinggal apakah manusia mau meneliti dan menilai kelebihan satu per satu dari semua agama yang diperbandingkan. Sekarang kita kembali ke pertanyaan mengenai agama‐agama yang menyatakan dirinya sebagai terunggul di dunia. Islam memang menyatakan dirinya demikian. Melalui nubuwatan, Al‐Quran menyatakan bahwa Islam suatu waktu nanti akan menjadi agama tunggal bagi seluruh umat manusia. Dia‐lah yang mengirimkan rasul‐Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia menyebabkannya menang atas semua agama, betapapun orang musyrik tidak akan menyukainya. (S.61 Ash‐Shaf : 10) Walaupun Islam menghendaki berkembangnya kedamaian dan kerukunan antar agama, namun Islam pun tidak melarang penyebaran ajaran dan ideologinya secara kompetitif dengan tujuan memperoleh keunggulan di atas agama‐agama lainnya. Bahkan Islam menetapkan keunggulan dirinya di atas agama‐agama lain sebagai tujuan mulia yang harus dikejar oleh semua penganutnya. Berbicara mengenai Rasulullah s.a.w. Al‐Quran menyatakan : Katakanlah, “Hai manusia! Sesungguhnya aku adalah rasul kepada kamu sekalian dari Allah, yang mempunyai kerajaan seluruh langit dan bumi. Tak ada yang patut disembah melainkan Dia. Dia menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kepada Allah dan rasul‐Nya; nabi yang ummi, yang beriman kepada Allah dan kalimat‐kalimat‐Nya, dan ikutilah dia supaya kamu mendapat petunjuk” (S.7 Al‐Araf : 159) Namun untuk menghindari perselisihan dan kesalahpahaman, Islam memberikan seperangkat petunjuk yang jelas guna memastikan pertandingan yang adil, keadilan yang mutlak, kebebasan berbicara, kebebasan menyatakan pendapat dan hak untuk berbeda pendapat bagi semuanya. 18 SARANA PERJUANGAN ‐ BUKAN PAKSAAN Bagaimana mungkin suatu agama mengaku dirinya universal atau global tanpa menimbulkan perselisihan? Suatu agama yang memiliki ajaran universal dan berambisi untuk mempersatukan seluruh umat manusia di bawah satu bendera tentunya tidak akan mempertimbangkan penggunaan kekerasan untuk menyebarkan pesan‐pesannya. Pedang bisa memenangkan negeri tetapi tidak mungkin hati. Paksaan dapat menundukkan kepala tetapi tidak mungkin isinya. Islam melarang penggunaan paksaan sebagai sarana penyebaran ajarannya. Katanya : Tidak diperkenankan suatu paksaan dalam agama. Sesunguhnya telah nyata bedanya kebenaran dari kesesatan ..... (S.2 Al‐Baqarah : 257) Dengan demikian tidak perlu adanya paksaan dalam bentuk apa pun. Biarkanlah manusia untuk menentukan mana yang benar. Tuhan tegas mengingatkan Rasulullah s.a.w. untuk jangan sekalikali mempertimbangkan penggunaan kekerasan guna merubah masyarakat. Status Rasulullah s.a.w. sebagai pembaharu ditegaskan dalam ayat berikut ini: Oleh sebab itu nasihatilah, karena engkau hanyalah seorang pemberi nasihat. Engkau tidak diangkat menjadi penjaga atas mereka. (S.88 Al‐Ghasyiyah : 22‐23) Dengan thema yang sama, Nabi Muhammad s.a.w. diingatkan untuk: Tetapi sekiranya mereka berpaling, maka Kami tidak mengutus engkau sebagai penjaga atas mereka. Kewajiban engkau hanya menyampaikan amanat. (S.42 Asy‐Syura : 49) Meskipun dalam proses penyebaran ajaran baru itu mungkin timbul pergulatan dan muncul reaksi yang keras, Islam tetap meminta para pengikutnya agar bersabar, bersiteguh dan sedapat mungkin menghindari konflik. Itulah sebabnya dimana pun jika seorang Muslim dilarang menyiarkan ajaran Islam kepada sekelilingnya, ada seperangkat aturan yang patut dipatuhinya. Dari sekian banyak ayat yang terkait dengan masalah tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar